Tantangan Kebencanaan bagi Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman (1)

A.     DEFINISI

1. KEBENCANAAN

  • Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada. (Sumber: Asian Disaster Reduction Center 2003)
  • Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Sumber: UU Nomor 24 Tahun 2007)
  •  

2. PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

  • Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. (Sumber: UU No. 1 Tahun 2011)
  • Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan Permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. (Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman)
  •  

Dari penjelasan pengertian Bencana dan Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat disimpulkan bahwa tantangan kebencanaan bagi pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah sebuah strategi tanggap dalam mengatasi permasalahan pembangunan yang berada pada zona atau kawasan rawan kebencanaan. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah rawan bencana alam, banyak kawasan permukiman yang tidak sesuai prosedur yang berada di kawasan rawan bencana. Ancaman yang dihadapi masyarakat atas bencana alam adalah banyak rumah-rumah penduduk mengalami kehancuran serta banyak juga korban berjatuhan. Pun termasuk juga di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki tingkat kerawanan bencana longsor yang cukup tinggi, terutama di Kapanewon Girimulyo, Samigaluh, Girimulyo, dan Kokap. (sumber : peta bahaya tanah longsor Kabupaten Kulon Progo DIY-BPBD). Maka dari itu semua pihak harus lebih disiplin pada pengelolaan kawasan permukiman dan lebih tanggap bencana dan masyarakat juga di edukasi mengenai mitigasi bencana.

B. PERENCANAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA (Perka 4 Tahun 2008)

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.   Sebagaimana didefinisikan dalam UU  24  Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan    yang     berisiko   timbulnya  bencana,  kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,  dan rehabilitasi. Pada dasarnya penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tiga tahapan yakni :

  1. Pra bencana yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan terdapat potensi bencana
  2. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
  3. Pasca bencana yang dilakukan setelah terjadi bencana

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

  1. Pada tahap pra bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan  Rencana  Penanggulangan  Bencana  (Disaster Management Plan),  yang merupakan  rencana  umum  dan   menyeluruh meliputi seluruh tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
  2. Pada tahap pra bencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
  3. Pada saat tanggap darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
  4. Pada tahap pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan)yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

Adapun proses penyusunan rencana penanggulangan bencana secara garis besar adalah sebagai berikut :

  1. Pengenalan dan pengkajian bahaya
  2. Pengenalan kerentanan
  3. Analisis kemungkinan dampak bencana
  4. Pilihan tindak penanggulangan bencana
  5. Mekanisme penanggulangan dampak bencana
  6. Alokasi tugas dan peran instansi
  7. Dalam menghadapi permasalahan pembangunan permukiman dan kawasan perumahan pada daerah rawan bencana menurut “Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)” sebaiknya pemerintah daerah perlu menetapkan “zona aman” pada pembangunan perumahan dan Kawasan permukiman di daerah rawan kebencanaan. Pada penetapan “Zona Aman” tersebut dapat dilaksanakan dengan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) terkait Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di daerahnya masing-masing.

C. KAPASITAS DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan parameter penting untuk menentukan keberhasilan pengurangan risiko bencana. Kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana harus mengacu kepada Sistem Penanggulangan Bencana Nasional yang termuat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta turunan aturannya. Selain itu kapasitas daerah juga harus melihat tatanan pada skala internasional. Komprehensivitas dasar acuan untuk kapasitas daerah diharapkan dapat memberikan arah kebijakan pembangunan kapasitas daerah untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Arah kebijakan pembangunan kapasitas daerah amat dibutuhkan dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Oleh karenanya, kajian kapasitas suatu daerah menjadi salah satu upaya strategis untuk menyusun rencana induk penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Kajian kapasitas daerah perlu disusun dalam parameter-parameter yang mengacu kepada KAH dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. Selain itu kajian kapasitas daerah juga harus mampu memetakan kapasitas umum daerah untuk semua ancaman bencana yang ada pada suatu kawasan. Pemahaman yang beragam di daerah terkait peningkatan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana menyebabkan terjadinya kesenjangan kapasitas daerah. Selain itu pokok-pokok kapasitas daerah yang perlu dibangun berdasarkan Sistem Penanggulangan Bencana Nasional diselenggarakan oleh daerah berdasarkan tingkat kemampuan dalam prioritas pembangunan yang beragam.

Kerangka Aksi Hyogo (KAH) merupakan kesepakatan lebih dari 160 negara untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati KAH, meratifikasi KAH ini dalam Sistem Penanggulangan Bencana Nasional. Beberapa wujud ratifikasi KAH ini adalah Undang- undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana dan lainnya. Setiap tahunnya, Indonesia melaporkan pencapaian KAH ke salah satu sekretariat PBB yang bernama UN-ISDR (United Nations International Strategic for Disaster Reduction). Kuesioner ini disusun berdasarkan 22 indikator pencapaian KAH. Indikator yang dipersiapkan oleh PBB masih terlalu luas dan memang diperuntukkan untuk menilai pencapaian suatu negara. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa penyesuaian untuk menghitung pencapaian KAH pada tingkat kabupaten/kota maupun pada skala provinsi. KAH yang disepakati oleh lebih dari 160 negara di dunia terdiri dari 5 Prioritas program pengurangan risiko bencana. Pencapaian prioritas-prioritas pengurangan risiko bencana ini diukur dengan 22 indikator pencapaian.

(Sumber: RBI https://bnpb.go.id/documents/irbi-15-1575660452.pdf)

_perkim_

sumber : perkim.id
https://bpbd.ntbprov.go.id/?q=pengertian_bencana#:~:text=Bencana%20adalah%20peristiwa%20atau%20rangkaian,kerugian%20harta%20benda%2C%20dan%20dampak
https://geograpik.blogspot.com/2020/02/50-pengertian-bencana-menurut-para-ahli.html
http://bpbd.trenggalekkab.go.id/index.php/info-bencana/istilah-kebencanaan/75-istilah-kebencanaan
https://industri.kontan.co.id/news/pemda-perlu-tetapkan-zona-aman-perumahan